UPACARA-UPACARA KEAGAMAAN
1. Naojote
Istilah Naojote berasal dari kata 'nao', berarti
"baru" dan 'jote atau 'zote', artinya mempersembahkan doa-doa.
Upacara ini merupakan upacara penandaan atau Navjot (Kela- hiran Baru), yaitu
perayaan ketika seorang anak diterima masuk ke dalam agama Zoroaster, dengan
diberikan simbolisasi keimanan baju (sudreh) dan korset (kusti), pakaian suci
yang harus dipakai seumur hidup. Upacara ini dilakukan pada saat anak-anak
berusia antara tujuh hingga sepuluh tahun dan wajib bagi semua keluarga
Zoroaster, dilakukan oleh mobed (imam). Setelah mengikuti ritus Naojote, anak-anak
dianggap sudah mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk menjalankan
ritus-ritus keagamaan dalam Zoroastriarisme
Zoroastrianis mendorong masyarakat menikah berdasarkan anjuran
teks-teks agama. Pria dan wanita dibolehkan menikah setelah mereka mencapai
usia 15 tahun.
Sebelum melakukan upacara pernikahan, ada ritual yang harus
dilakukan, di antaranya:
(1) Adravvun (dikenal dengan nama yang lebih tua Nant padvun).
(2) Hadiah koin perak disiapkan oleh para wanita dari kedua mempelai dan masing-masing kelompok bertukar mendatangi rumah kedua mempelai
sebagai bukti pertunangan.
(3) Divo. Dua lampu menyala di masing-masing rumah kedua mempelai.
Sekali lagi pihak wanita melakukan perjalanan ke rumah pihak mempelai laki-laki
dan meletakkan koin perak pada lampu, sebagai hadiah formal resmi
dipertukarkan. Termasuk juga pertukaran cincin kawin.
(5) Adarni. Hari ketiga sebelum pernikahan, dianggap sebagai hari
untuk bertukar hadiah. Pada hari ini keluarga pengantin pria mengunjungi
rumah pengantin wanita untuk mengantarkan hadiah seperti pakaian dan perhiasan.
Para kerabat, tetangga, dan teman- teman yang mengantar disuguhi makanan
tradisional, telur rebus, dan pisang.
Dalam upacara perkawinan ada dua tahap: mempelai wanita dan mempelai laki-laki serta wali mereka menandatangani kontrak perkawinan. Selanjutnya diikuti dengan pesta dan perayaan, yang secara tradisional berakhir 3-7 hari. Bagian terpenting dari upacara perkawinan yaitu tiga kali pengucapan akad perkawinan oleh pendeta resmi, diikuti pemberkatan Tuhan, Amesha Spentas, dan Yazatas pada pasangan baru.
Penguburan dan pembakaran mayat tidak diizinkan, karena di- anggap
akan menodai air, udara, bumi, dan api. Mayat ditempatkan di tempat khusus,
disebut Dakhma, Menara Keheningan (Tower of Silence), yang sudah dibagi untuk
kaum laki-laki, perempuan, dan anak- anak. Ada pendapat, Menara Kesunyian
(Dokhmas) datang sebagai hasil pengaruh Magi, pendeta dari Medes. Hal ini
dipertahankan oleh pengikut Zoroaster dengan alasan agama maupun sanitasi.
Adapun tahap-tahap yang dilakukan saat upacara kematian sebagai
berikut:
(1) Mayat dibiarkan dalam suatu ruangan rumah selama tiga hari sebelum
dibawa ke Dakhma.
(2) Di Dakhma, mayat ditelanjangi dan ditidurkan di atas menara terbuka
dan dibiarkan agar dimakan oleh burung-burung.
(3) Sisa-sisa tulang kemudian dibuang ke dalam sumur.
Setiap upacara kematian dipimpin oleh pendeta dan diselenggara- kan
di Kuil Bachram, kuil terbesar pengikut Zarathustra dengan apinya yang terus
menyala selamanya
Sumber: Siti Nadroh and Syaiful Azmi, Agama-Agama Minor, 1st ed. (Tangerang Selatan: UIN Jakarta Press, 2013).
Komentar
Posting Komentar